Langgar PSBB, Praktisi Hukum Sebut Masyarakat Tidak Bisa Dipidana

oleh -
oleh
praktisi hukum

NASIONALNEWS.ID, JAKARTA – Apabila ada masyarakat yang melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tentang virus corona atau Covid-19 tidak bisa dipidana. Hal itu diungkapkan praktisi hukum Ade Manansyah SH MH kepada NasionalNews.id di Jakarta, Senin (27/4/2020).

Menurutnya, sanksi pidana hanya bisa dijatuhkan oleh Undang-Undang. Sementara Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri maupun Peraturan Gubernur tidak bisa menjatuhkan sanksi pidana. Paling tinggi denda, itu mungkin dapat dilakukan di daerah tapi dalam bentuk peraturan daerah (Perda), bukan peraturan gubernur (Pergub). Sekarang Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dapat izin untuk PSBB itu akan mengeluarkan Pergub.

“Kalau kita mengacu pada Undang Undang tentang wabah penyakit, ada sanksi pidananya. Tapi yang diterapkan oleh pemerintah bukan itu sekarang, yang diterapkan itu Undang Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan itu yang dijadikan sebagai acuan diterbitkannya Peraturan Pemerintah mengenai PSBB. Jadi tidak mengacu pada Undang Undang Kesehatan maupun Undang Undang Wabah Penyakit,” ujar Ade Manansyah.

Ade menjelaskan, aparat penegak hukum seperti polisi, baru bisa masuk bila pemerintah menjalankan karantina wilayah sebagaimana yang ada dalam Undang Undang Kekarantinaan Kesehatan.

“Kalau kita baca Undang Undang Kekarantinaan Kesehatan, sanksi-sanksi pidana itu sama sekali tidak ada dalam PSBB. Polisi itu baru bisa dilibatkan apabila pemerintah memberlakukan karantina wilayah, lalu di situ ada kewenangan polisi untuk bertindak,” ungkap Ade.

Kapolri memang telah mengeluarkan maklumat. Namun dalam pandangannya, maklumat tersebut hanya sebatas pengumuman biasa. Bukan sebuah perintah tegas yang berkekuatan hukum tetap, untuk menjatuhkan sanksi kepada pelanggar.

“Maklumat itu sejatinya pengumuman tidak lebih dari pada itu. Jadi mengumumkan sesuatu. Jadi kalau kita lihat isi maklumat Kapolri itu, bukan suatu perintah yang tegas dan juga tidak ada sanksinya,” jelasnya.

Ade mencontohkan pada perwira polisi yang menyelenggarakan pesta atau resepsi pernikahan, tidak bisa diambil tindakan apa-apa kepada polisi itu, kecuali dia dicopot dari jabatan sebagai Kapolsek, tapi tidak ada dia melakukan indisipliner, tidak ketemu. Apalagi itu mau diberlakukan kepada masyarakat.

Dengan demikian, kata Ade, jika kemudian ada resistensi dari masyarakat ketika aparat penegak hukum menjalankan tugasnya, maka aparat penegak hukum tidak punya dasar hukum untuk menguatkan tindakannya.

“Sehingga kalau terjadi perlawanan, orang kumpul ramai-ramai mau berdagang atau tukang ojek, dibubarkan polisi terus mereka melakukan perlawanan agak susah polisi mengatakan apa dasar hukum mereka melakukan tindakan pelarangan itu. Karena yang berlaku itu PSBB, bukan karantina wilayah, jadi tidak ada dasar hukumnya. Itu titik lemah betul dari Peraturan Pemerintah tentang PSBB,” tuturnya .

Ade Manansyah menambahkan, bahwa ada sanksi pidana dan denda dalam Undang Undang Kekarantinaan Kesehatan. Misalnya pada Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Terkait Karantina Kesehatan dimana pelanggar terancam pidana kurungan penjara maksimal 1 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.

“Namun, sanksi itu hanya bisa diberikan jika diberlakukannya karantina wilayah, bukan PSBB. Konteksnya karantina wilayah, bukan dalam konteks PSBB,” tandasnya. (Peri Ryan)

No More Posts Available.

No more pages to load.