NASIONALNEWS.ID LAMONGAN – Kepala Yayasan Ponpes Fathul Hidayah Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, menyampaikan apa adanya terkait dugaan terjadi kekerasan yang menimpah anak santrinya yang berinisial D kelas IX yang dilakukan oleh oknum Ustad berinisial A 25 tahun di dalam kantor Madin, Pondok Pesantren.
Pihak Ponpes meluruskan dan menyadari dengan kejadian yang sudah terjadi, namun menurutnya tidak sesuai yang disampaikan dalam narasi di beberapa Media yang tanpa konfirmasi.
Gus Ubab selaku kepala Pompes Fathul Hidayah menyampaikan, sebetulnya murni memang kesalahan dari dari dua oknum ustad yang telah melakukan kesalahan terhadap korban berinisial (D) murid santri kelas IX, di pesantren, akan tetapi beda yang dinarasikan dalam pemberitaan Media, yaitu (dua pengasuh) jadi kesannya pengasuh dua pengurus beda, itu yang perlu diluruskan.
Kata Gus Ubab, kekerasan dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan dan tidak dibenarkan memang diakui, ustad-ustad di dalam pondok ini masih muda-muda gampang emosi, dikarenakan sering mendapatkan laporan dari wali murid terkait seringnya ada uang hilang di dalam almari kamar adik kelas yang dimasuki korban tersebut.
“Jadi gini kronologinya, ada beberapa kasus kehilangan di kamar adik kelasnya korban berinisial D, kemudian disitu dengan adanya laporan, kemudian terus jadi bentuk tanggung jawab selaku pembimbing murid, dengan adanya keluhan dari wali murid atau murid di ruangan tersebut sering ada kehilangan, akhirnya ada indikasi kepada korban, terus ada inisiatif untuk memanggil si korban tersebut, bahkan Abah yai sendiri sudah berpesan mewanti-wanti, jangan ada yang masuk kamar bukan kamarnya sendiri,” tuturnya.
Tidak usah masuk ke kamar bukan tempatnya, apalagi masuk kamar tempat adik kelas, karena sering terjadi kasus pencurian dan dan kehilangan dan bully ke adik adik kelasnya.
“Sebenarnya ustaz kedua ini sudah bagus menjalankan amanah dari pesantren, cuma ada kesalahan cara mendidiknya,” katanya.
Menurut Gus Ubud, dari pondok sudah ada upaya untuk bermediasi, akan tetapi tidak menyangka kalau kasus ini terjadi seperti ini.
“Maunya dari kami mediasi secara kekeluargaan, tiba tiba saja, ada berita viral ditambah ada lagi informasi orang tuanya lapor ke Polres Lamongan,” ujarnya.
Dari pihak pesantren ingin mengunjungi atau menjenguk pada sebelumnya, cuma berita sudah muncul, jadi pihaknya mengurungkan niat menjenguk, karena ada hal-hal yang perlu pertimbangkan.
“Intinya dalam bentuk kekerasan apapun tidak diperbolehkan,” ucap Gus Ubab.
Ketika disinggung terkait masalah aturan di pondok pesantren apakah seperti itu. Kata Gus Ubab, secara garis besar dalam rangka mendidik anak-anak kalau tradisi pesantren kepada umumnya selain hukuman tertulis ada hukuman fisik.
“Katakanlah ada kesalahan murid melanggar ketahuan merokok, ada hukuman tertulis juga fisik, seperti dipangkas rambutnya, juga ada yang dijemur itu juga fisik, kadang juga dijewer sama gurunya, mungkin sangking jengkelnya si ustadz ini sering dapat laporan dari wali murid, terkait sering ada kehilangan atau pencurian di kamar pondok pesantren,” ucapnya
Mestinya dimaklumi, (bukan dimaklumi kekerasannya lho) mungkin pada saat itu jengkel akhirnya terlepas kontrol untuk ustad yang terduga melakukan kekerasan tersebut.
“Guru yang berdomisili di dalam pondok sini, cuman mereka-mereka masih berusia muda tingkat emosi masih tinggi, terus yang saya sangat sayangkan di media narasinya itu (dua pengasuh pesantren), jadi ada indikasinya ke Abah kyai, dan yang saya sayangkan, tanpa ada konfirmasi ke kita, terus muncul ada berita-berita seperti itu yang kita garis bawahi,” ucapnya.
Terkait tempat menyidang atau menghukum si korban D tidak diruang khususnya.
“Di ruangan kantor Madin bukan di kamar kosong yang jelas, ada asap pasti ada api,” kata Gus Ubab.
Untuk etika baik dirinya islah damai tak perlu seperti ini.
“Dari pihak pesantren katakanlah untuk biaya pengobatan dan lain-lain, insya Allah siap,” ungkap Gus Ubab.
(Shollichan)