Redaksiindonesia.id – Revisi Undang-undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) beredar dan dikritik berbagai elemen masyarakat.
Anggota Komisi I DPR Fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi meminta masyarakat tak perlu takut berlebihan terhadap TNI.
“Sampai saat ini kami masih belum mengetahui materi revisi UU 34/2004 TNI,” kata Bobby kepada wartawan, Rabu (10/5/2023).
Meski demikian, Bobby menilai sejumlah hal perlu diatur lebih lanjut dalam revisi UU TNI. Antara lain mengenai pemutakhiran doktrin pertahanan nonkonvensional seperti hybrid atau yang tidak dideklarasikan seperti cyber war, pandemic war, disinformation war.
“Seharusnya memang perlu revisi seperti pemutakhiran doktrin pertahanan nonkonvensional, seperti hybrid atau yang tidak dideklarasikan seperti cyber war, pandemic war, disinformation war,” ujar dia.
“Dan kombinasi perang nonmiliter lain, beserta turunan organisasinya dan juga detil OMSP atau operasi militer selain perang yang sampai hari ini belum ada peraturan pelaksananya secara integratif,” sambung Bobby.
Bobby mengimbau masyarakat agar tak ketakutan yang berlebih terhadap TNI mengenai rencana revisi UU TNI ini. Dia memastikan DPR pun berkomitmen mengawal supremasi sipil.
“Tidak perlu ada ketakutan yang berlebih dari elemen masyarakat terhadap TNI, sehingga menimbulkan dikotomi sipil-militer makin mengental dan mengeras. DPR bersama rakyat akan bersama mengawal supremasi sipil sejalan dengan penguatan demokrasi yang menjunjung tinggi HAM,” katanya.
“Pengelolaan kekuatan koersif yang digunakan dalam memperkuat kedaulatan negara, harus optimal juga, agar agenda pembangunan berjalan sesuai rencana,” lanjut dia.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritisi rencana revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Koalisi Masyarakat Sipil menilai rencana perubahan sejumlah pasal adalah bentuk kemunduran demokrasi dan berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI.
Dalam keterangan tertulis, Selasa (9/5/2023), Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari Imparsial, Elsam, Centra Initiative, PBHI Nasional, WALHI, YLBHI, Public Virtue, Forum de Facto, KontraS, LBH Pers, ICW, LBH Masyarakat, HRWG, ICJR, LBH Jakarta, LBH Malang, Setara Institute, AJI Jakarta.
Mereka berpendapat dalam slide pembahasan RUU TNI terdapat sejumlah usulan perubahan pasal yang berpotensi membahayakan kehidupan demokrasi hingga pemajuan Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Air.
“Kami memandang pemerintah sebaiknya meninjau ulang agenda revisi UU TNI, mengingat hal ini bukan merupakan agenda yang urgen untuk dilakukan saat ini. Ditambah lagi, substansi perubahan yang diusulkan oleh pemerintah bukannya memperkuat agenda reformasi TNI yang telah dijalankan sejak tahun 1998, tapi justru malah sebaliknya. Alih-alih mendorong TNI menjadi alat pertahanan negara yang profesional, sejumlah usulan perubahan memundurkan kembali agenda reformasi TNI,” bunyi rilis Koalisi Masyarakat Sipil yang diberikan oleh Ketua Centra Initiative Al Araf.(red)