NASIONALNEWS.id,SLEMAN-Di tengah gempuran pasar modern, Pasar Hewan Jangkang di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, tetap kokoh menjadi denyut nadi ekonomi sekaligus simbol budaya yang tak lekang oleh waktu. Pasar tradisional ini, yang telah berdiri sejak tahun 1930, terkenal sebagai pusat jual beli hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba. Namun, lebih dari itu, Pasar Jangkang adalah cerminan kearifan lokal yang masih setia pada kalender Jawa.
Puncak keramaian Pasar Jangkang terjadi setiap Hari Pasaran Jawa Wage. Pada hari istimewa ini, pasar dipenuhi oleh hiruk-pikuk pedagang dan pembeli hewan ternak, ditambah lagi dengan kehadiran para penjaja barang bekas atau “klitikan”, perkakas pertanian, hingga beragam kuliner tradisional. “Setiap hari pasaran Wage, lima hari sekali, pasar Jangkang selalu ramai didatangi pengunjung. Sebagian besar mereka cari barang bekas, istilah kerennya klitik,” ujar Ibu Surati, warga Dusun Jetis Wedomartani Ngemplak Sleman, yang turut merasakan berkah rezeki dari retribusi parkir. Ia menuturkan, setiap hari pasaran Wage, ia bisa mengantongi lebih dari tiga ratus ribu rupiah dari lahan pekarangan rumahnya yang dimanfaatkan sebagai area parkir sepeda motor dengan tarif tiga ribu rupiah per motor.Selain aktivitas jual beli hewan dan barang bekas, pasar ini juga menjadi saksi bisu perubahan tren. Sabtu(13/12/2025)
Wawan, seorang penjual batu akik asal Purwomartani Kalasan Sleman, mengakui bahwa masa kejayaan batu akik yang terjadi pada tahun 2015 telah memudar drastis. “Pada masa itu omzet per bulan mencapai jutaan rupiah, sekarang menurun drastis hingga dua ratus ribuan, terkadang tidak ada pembelinya,” keluhnya. Meskipun demikian, ia tetap setia menggelar dagangannya, berharap bertemu pembeli yang benar-benar menghargai keindahan alami batu akik.Pasar Jangkang, yang berlokasi di Jalan Raya Ngemplak Jangkang, Widodomartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman, ini termasuk dalam UPT Pelayanan Pasar Wilayah III Sleman.
Meskipun masyarakat luas lebih mengenal pasar hewannya yang ramai saat Wage, Dusun Jangkang juga memiliki pasar tradisional yang tak kalah penting. Kehadiran pasar ini setiap Minggu Wage menjadi momentum puncak keramaian, di mana semangat gotong royong dan interaksi sosial masyarakat pedesaan begitu terasa, menghidupkan kembali nilai-nilai yang semakin langka di era digital.Tradisi pasaran Jawa memang masih sangat kental di Yogyakarta, memengaruhi aktivitas perdagangan di pasar-pasar tradisional yang telah berusia ratusan tahun. Selain Pasar Jangkang, Pasar Legi Kotagede juga menjadi contoh nyata, sebagai pasar tertua di Yogyakarta yang berdiri sejak abad ke-16, bahkan sebelum berdirinya Kerajaan Mataram Islam. Nama “Legi” sendiri diambil dari hari pasaran Jawa yang menjadi hari paling ramai di pasar tersebut.
(RIDAR)







