NASIONALNEWS.ID, Tangerang – Polemik pertanahan kembali memunculkan aroma tajam kejanggalan hukum. Kali ini, Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) Tangerang mengungkap dugaan pelanggaran berat dalam sistem administrasi pertanahan nasional. Sebuah temuan menghebohkan mengemuka: Sertifikat tanah milik warga Kabupaten Bogor diterbitkan secara resmi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang. Fakta ini sontak mengguncang kepercayaan publik terhadap integritas sistem pertanahan.
Tanah seluas total 1.239 meter persegi, yang terletak di Desa Cilaku, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, berdasarkan data dan dokumen resmi yang dimiliki oleh pemilik sah bernama Ahmad Yusup, diketahui telah beralih nama secara ilegal. Parahnya, sertifikat tanah atas dua bidang itu masing-masing seluas 502 meter dan 737 meter persegi, dikeluarkan oleh BPN Kabupaten Tangerang, bukan oleh instansi yang berwenang di wilayah Bogor.
“Ini bukan sekadar kelalaian. Ini dugaan pelanggaran hukum yang tidak bisa dianggap remeh,” ujar tegas Benni Suroso, Ketua DPK GN-PK Tangerang, saat menggelar konferensi pers di Tangerang, Jumat (29/8/2025). Pihaknya, kata Benni, telah melayangkan surat resmi permintaan klarifikasi kepada BPN Tangerang, menyusul aduan dari pemilik lahan yang merasa dirugikan.
Menurut Benni, pihaknya bergerak cepat setelah menerima surat permohonan pendampingan dari Ahmad Yusup tertanggal 28 Agustus 2025. Surat tersebut disertai dokumen-dokumen otentik, termasuk SPPT PBB yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, sebagai bukti kuat bahwa lahan tersebut secara administratif dan legal berada di wilayah Bogor.
“Pertanyaan mendasarnya: bagaimana mungkin sertifikat tanah yang jelas-jelas berada di wilayah Kabupaten Bogor, bisa diterbitkan oleh kantor BPN di Tangerang? Ini bentuk nyata kejanggalan administratif yang berpotensi menjadi tindak pidana pertanahan,” lanjut Benni.
DPK GN-PK mencium aroma busuk praktek mafia tanah yang sengaja memanfaatkan celah-celah hukum untuk menguasai aset masyarakat secara ilegal. Benni menduga kasus ini bukan berdiri sendiri, melainkan bagian dari pola sistemik yang telah lama merongrong dunia pertanahan.
“Kami melihat indikasi kuat bahwa ini adalah bagian dari gerakan terorganisir. Mafia tanah tak lagi bermain sembunyi-sembunyi, tetapi mulai menabrak aturan secara terang-terangan. Negara tidak boleh membiarkan praktik seperti ini berlanjut,” tandasnya.

Lebih jauh, GN-PK menilai bahwa praktik ini berpotensi melanggar sejumlah regulasi dan ketentuan hukum, antara lain:
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA), yang menegaskan bahwa kewenangan pertanahan bersifat teritorial dan tidak bisa dilompati.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mewajibkan proses sertifikasi dilakukan sesuai dengan letak administratif tanah.
Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen, jika dalam proses penerbitan sertifikat ditemukan adanya manipulasi data atau identitas.
DPK GN-PK menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, dan mendorong keterlibatan langsung Kementerian ATR/BPN untuk mengambil langkah tegas terhadap oknum atau jaringan yang terlibat.
Sementara itu, Ahmad Yusup mengaku tidak pernah melakukan transaksi jual-beli terhadap lahan miliknya. Ia mengaku terkejut saat mengetahui tanah miliknya telah bersertifikat atas nama orang lain.
“Saya merasa hak saya dirampas secara diam-diam. Saya tidak pernah menjual, tidak pernah memberikan kuasa kepada siapa pun untuk mengurus tanah tersebut. Ini penyerobotan yang dibungkus rapi dengan legalitas palsu,” tutur Yusup dengan nada kecewa.
Dalam surat resminya, DPK GN-PK menuliskan:
“Berdasarkan pengaduan warga, kami menduga kuat telah terjadi praktik mafia tanah yang mengarah pada kejahatan terstruktur. Kami meminta klarifikasi dari BPN Kabupaten Tangerang dan mendorong Kementerian ATR/BPN untuk melakukan audit serta menindaklanjuti secara hukum.”
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak bahwa celah dalam birokrasi pertanahan dapat dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk merampas hak warga negara.
“Ini bukan hanya soal Ahmad Yusup. Ini soal masa depan sistem agraria kita. Jika kita diam hari ini, bisa jadi esok lusa giliran tanah kita sendiri yang berpindah tangan tanpa sepengatahuan,” pungkas Benni.
DPK GN-PK berkomitmen untuk terus berada di garis depan dalam melawan praktik mafia tanah, menjaga integritas pertanahan nasional, dan memperjuangkan keadilan bagi rakyat kecil yang haknya coba dikaburkan oleh permainan licik segelintir pihak.
(Daenk)











