NASIONALNEWS.ID, KABUPATEN TANGERANG — Tanpa Pengawasan kegiatan pembangunan jalan paving block amburadul pelaksanaan proyek yang seharusnya mengutamakan kualitas dan akuntabilitas, diduga dikerjakan terburu-buru tanpa standar teknis, salah satunya pekerjaan di Kampung Buaran RT 02/RW 01, Desa Waliwis, Kecamatan Mekar Baru, Kabupaten Tangerang, yang dikerjakan CV Danial Putra dengan nilai kontrak Rp 74.879.459,00 dari anggaran Kecamatan Mekarbaru bersumber APBD Tahun Anggaran 2025, menunjukkan indikasi kuat ketidaksesuaian teknis, Selasa (19/8/2025).
Seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, pekerjaan paving block tersebut tidak disertai hamparan basecourse, yang merupakan elemen krusial dalam konstruksi jalan.
“Fungsi basecourse sangat vital sebagai lapisan perkerasan yang menopang stabilitas dan daya tahan paving block. Hilangnya basecourse menandakan lemahnya integritas pelaksanaan proyek dan berpotensi melanggar metode kerja sesuai RAB,” ujarnya.
Warga tersebut mempertanyakan:
“Apakah dalam RAB proyek ini memang tidak mencantumkan penggunaan basecourse? Jika iya, apa fungsi pengawas teknis dan perencana kegiatan? Namun jika basecourse seharusnya ada dalam RAB, maka ini jelas pengurangan volume pekerjaan dan merugikan keuangan negara.”
Selain itu, paving block lama yang merupakan aset negara, tidak dibongkar atau dikelola sebagaimana mestinya.
“Pembiaran ini menunjukkan ketidakpedulian terhadap aset negara yang bisa berujung pada penyalahgunaan atau penghilangan barang milik daerah,” tegasnya.
Parahnya lagi, proyek ini juga tidak memasang castin (pembatas beton) pada sisi pekerjaan, yang berfungsi menjaga kekuatan dan bentuk jalan.
“Tanpa castin, umur teknis paving akan jauh di bawah standar. Akhirnya masyarakat yang jadi korban,” imbuhnya.
Yang lebih memprihatinkan, proyek ini juga mengabaikan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan tidak memenuhi standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
“Ironisnya, pelanggaran terkait APD dan K3 ini selalu berulang. Ini bukan hanya soal aturan, tapi menyangkut nyawa manusia. Di mana fungsi pelaksana? Di mana pengawasan dari pihak kecamatan? Apakah semua ini sengaja dibiarkan?” pungkasnya.
Lebih menyulut lagi, ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, pelaksana proyek berinisial JD justru memberi pernyataan yang tidak mencerminkan sikap profesional, bahkan terkesan menantang. Dalam pesan singkatnya, JD menulis dengan bahasa Jawa:
“Kependak ko esuk ning kecamatan. Batisaken bekingane. Ora wedi setitik tah.”
Yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti:
“Temui saya besok pagi di kecamatan. Tanyakan pada yang mendukung saya. Tidak takut sedikit pun.”
Sikap dan pernyataan ini jelas mencerminkan arogansi dan pembangkangan terhadap kontrol sosial serta pengawasan publik. Bukannya menjelaskan, justru mempertebal dugaan adanya “bekingan” yang melindungi proyek bermasalah ini.
Penting diketahui, proses pengerjaan paving block yang benar harus dimulai dari pembongkaran paving lama (jika ada), pemadatan tanah dasar, pemasangan geotextile (jika diperlukan), hamparan basecourse, pemadatan berlapis, pemasangan paving sesuai pola teknis, pemasangan casten, serta finishing dan pengujian lapangan.
Namun semua tahapan itu tampaknya diabaikan.
Kini publik bertanya: apa sebenarnya fungsi pelaksana proyek? Apa gunanya pengawasan dari kecamatan, PPK, dan dinas teknis jika realitas di lapangan justru dibiarkan semrawut tanpa tindakan?
Apakah negara mau terus dirugikan oleh proyek-proyek siluman seperti ini? Atau kita akan terus diam menyaksikan uang rakyat dikorupsi dalam balutan proyek pembangunan yang hanya jadi ajang pembagian keuntungan pribadi?
Saatnya aparat penegak hukum dan inspektorat turun tangan. Ini bukan hanya tentang proyek paving, ini tentang marwah pengelolaan anggaran publik yang bersih, transparan, dan akuntabel.
(Tim_red)









