NASIONALNEWS.ID, Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membantah duplikasi terjadi dalam kebijakan pelaksanaan ujian kompetensi (ukom) mahasiswa ilmu kesehatan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, and Teknologi (Kemendiktisaintek).
Pasalnya, ini menggunakan acuan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4/M/KB/2024 dan Nomor HK.01.08/MENKES/948/2025 tentang Standar Prosedur
Operasional Uji Kompetensi Secara Nasional bagi Peserta Didik pada Pendidikan Vokasi dan Pendidikan Profesi, dan Uji Kompetensi Berstandar Nasional bagi Peserta Didik pada Pendidikan Profesi Program Spesialis/Subspesialis Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan (nakes)
“Saat ini sedang berlangsung penyusunan petunjuk teknis penyelenggaraan uji kompetensi pada masing-masing disiplin ilmu kesehatan oleh tim ad hoc yang terdiri dari perwakilan Kolegium tiap disiplin ilmu kesehatan bersama perwakilan ketua program studi ex officio (yang sedang menjabat) sebagai perwakilan penyelenggara pendidikan,” kata Juru Bicara (Jubir) Kemenkes, drg. Widyawati menjawab berbagai pertanyaan nasionalnews.id melalui pernyataan tertulis pada Selasa (25/11/2025).
Kelulusan uji kompetensi (ukom) dilakukan Kemenkes dan Kemdiktisainstek dengan menggunakan standar penentuan batas lulus (standard setting) yang akan diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis penyelenggaraan uji kompetensi pada masing-masing disiplin ilmu kesehatan.
“Hal ini memungkinkan adanya variasi komposisi penilaian dari masing-masing disiplin ilmu kesehatan sesuai kesepakatan oleh tim ad hoc. Namun, Kemenkes berharap kelulusan dalam uji kompetensi diperhitungkan 100% sebagai penilaian capaian standar kompetensi yang tentunya berbeda dengan penilaian pada saat proses pendidikan (IPK),” ucapnya.
Soal usulan ukom dilakukan dengan ujian tunggal lantaran mahasiswa sudah menjalani teori, praktik, dan profesi dijawab Widyawati bahwa Standar Prosedur Operasional Uji Kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) dan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) telah diatur bahwa ukom dilaksanakan pada akhir masa pendidikan sebagai satu kesatuan ujian yang menjadi dasar penentuan kelulusan.
Namun, ukom bisa dilaksanakan berupa uji kognitif dan/atau uji berbasis performa (dapat berupa serangkaian uji, tidak selalu berupa ujian tunggal).
“Uji kompetensi dilaksanakan dalam rangka menilai pencapaian standar kompetensi tenaga medis dan tenaga kesehatan, di mana standar kompetensi yang dimaksud adalah standar kompetensi yang disusun oleh kolegium dan ditetapkan oleh Menkes, mencakup penilaian baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap/perilaku,” ujarnya.
“Tentunya uji kompetensi memiliki tujuan yang berbeda dengan penilaian yang dilaksanakan pada saat proses pendidikan.”
Widyawati meneruskan ukom secara nasional dan berstandar nasional perlu dilaksanakan dan harus diikuti oleh mahasiswa pada program vokasi dan program profesi, tenaga medis, dan nakes pada akhir masa pendidikan mencakup penilaian pengetahuan, keterampilan, dan perilaku mahasiswa.
Kebijakan ini berpatokan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan pasal 213 ayat (1) dan pasal 220 ayat (1).
“Uji kompetensi penting dilaksanakan dan diperlukan untuk menilai pencapaian standar kompetensi tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk menjamin bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar setelah lulus demi memastikan keselamatan pasien,” tuturnya.
Aturan lainnya yang menjadi landasan pelaksanaan ukom adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 merupakan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Menyinggung potensi drop out 1.500 mahasiswa akibat ukom belum matang, ujar Widyawati, ujian ini dilaksanakan guna menilai pencapaian standar kompetensi tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk menjamin tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar untuk memastikan keselamatan pasien.
Apabila seorang mahasiswa belum lulus uji kompetensi, maka dia dianggap belum memiliki kompetensi standar yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan.
Standar Prosedur Operasional Uji Kompetensi mengatut peserta didik yang tidak lulus uji kompetensi dapat mengikuti uji kompetensi ulang sampai dengan batas maksimal masa studi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kemendiktisaintek.
“Untuk mengatasi permasalahan peserta didik yang belum lulus uji kompetensi, tentunya dibutuhkan sinergi beberapa pihak antara lain pendampingan dari penyelenggara pendidikan serta motivasi kuat dari internal peserta didik.
Menanggapi masih terdapat kampus Kesehatan yang tidak layak dijawab Widyawati, pengaturan prosedur pembukaan kampus merupakan wewenang dan kebijakan dari Kemdiktisainstek.
Kementerian ini dianggap telah mengatur persyaratan minimal/standar dalam pembukaan kampus tersebut sehingga semua kampus yang berizin seharusnya layak.
“Kelayakan dan kualitas kampus kesehatan diukur dengan akreditasi program studinya, sementara mutu lulusan diukur melalui uji kompetensi. Dengan kedua indikator ini diharapkan tidak ada kampus kesehatan yang tidak layak,” tuturnya.






