NASIONALNEWS.ID, Jakarta – Pengamat Pendidikan, Doni Koesoema Albertus menduga kesalahan pengambilan keputusan terkait anggaran tunjangan kinerja (tukin) dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisainstek) periode 2020-2024 sekitar Rp15 triliun terjadi saat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dijabat Nadiem Makaraim.
Hal yang dimaksud Nadiem tidak mengajukan anggaran ini kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Kalau sekarang diajukan sudah telat tahun (anggaran) berjalannya,” katanya menjawab pertanyaan nasionalnews.id.
Keterangan ini disampaikannya usai ‘Rilis Evaluasi Program Prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen)’ di Jakarta pada Senin (24/11/2025).
Dengan begitu Doni Koesoema belum tahu apakah pembayaran tukin periode 2020-2024 tetap bisa dituntut dosen ASN melalui Aliansi Dosen ASN Kemdiktisainstek Seluruh Indonesia (Adaksi) ke kementerian tersebut.
Pasalnya, apakah pembayaran ini bisa diajukan dosen ASN Kemdiktisainstek lantaran kebijakannya menerapkan asas berlaku surut atau pembayaran waktu lalu tetap bisa ditagih pada masa sekarang.
“Artinya negara utang kepada dosen, itu pertimbangan Kemenkeu dan Badan Anggaran (Banggar) DPR,” ucapnya.
Untuk meminta pembayaran tukin dosen ASN Kemdiktisainstek tidak dapat dilakukan Adaksi ke Kemenkeu secara langsung.
Langkah ini juga sebagai bagian dari penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 136 Tahun 2018 Tentang Tukin Pegawai di Lingkungan Kemdikbud.
Aturan terkait lainnya adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 49 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Masalahnya jaman Nadiem (Makarim) tidak mengajukan,” tuturnya.
Dengan begitu Kemenkeu tidak bisa disalahkan dosen ASN Kemdiktisainstek terkait pembayaran tukinnya belum dibayarkannya lantaran ini belum diajukan Kemdiktisainstek.
“Nggak bayar toh, karena nggak ada pengajuan dari kementerian,” ujarnya.
Doni Koesoema tidak tahu apakah Kemdiktisainstek sudah mengajukan tukin dosen ASN kementerian ini ke Kemenkeu. Keterangan ini dapat ditanyakan kepada Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisainstek), Brian Yuliarto.
Menyoal jumlah tukin dosen ASN Kemdiktisainstek periode 2020-2024, ucap dia, bisa berbeda setiap jenjang dan jabatan profesi tersebut.
Tukin ini diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan dan RB) nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai ASN dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Kalau dosen lektor muda berapa dan berdasarkan kriteria apa, begitu,” ucapnya.
Menyinggung apakah bisa diajukan tuntutan hukum jika pembayaran tukin dosen ASN Kemdiktisainstek tidak dilakukan kementerian ini, ujar Doni Koesoema, tidak diketahuinya secara pasti.
Namun, apabila ada kewajiban pembayaran ini, maka terdapat keharusan pengajuan oleh Kemdiktisainstek.
“Masalahnua jaman Mas Anies (Baswedan menjadi Mendikbud) ini juga sudah dianggarkan dan diajukan, tetapi dalam proses itu, saya tidak mengerti itu berhenti,” ucapnya.
Doni Koeseoma memahami penurunan kinerja dosen ASN Kemdiktisainstek Periode 2020-2024 bisa terjadi akibat pembayaran ini belum diterima mereka. Apalagi, mereka melakukan aksi mogok kerja atau demonstrasi.
“Tetapi kurang wajar sebagai pendidik, tetapi pendidikan harus mempunyai cara yang legal untuk memperjuangkan nasibnya, tapi jangan sampai melakukan sembarang. Itu bukan ciri dosen yang baik,” ucapnya.
“Dosen yang baik adalah oke saya punya hak, maka saya akan memperjuangkan dari sisi hukum untuk memperoleh hak saya. Itu saya setuju. Setiap dosen berhak mendapatkan keadilan. Pemerintah bisa dituntut terkait masalah hukum dengan jalan-jalan hukum yang ada,” ujarnya.






