NASIONALNEWS.id, JAKARTA – Praktisi Kesehatan Masyarakat Ngabila Salama meminta pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan perlu berbenah segera dan melakukan evaluasi masif di semua lini. Jika ada potensi kerugian, bukan hanya perketat verifikasi atau pending dan terus menerus melakukan audit pascaklaim, tapi juga cek besaran iuran sudah sesuai dan adil apa belum.
‘Kita berharap BPJS kesehatan bisa menjadi sebuah asuransi kesehatan nasional handal, universal. Masyarakat bisa mengandalkan BPJS secara penuh untuk semua jenis pengobatan yang krusial (bukan estetika, kosmetika, kesengajaan, dll),” kata dr Ngabila saat memberikan siaran pers, Sabtu (18/1/2025).
Menurutnya, bagian dari peran negara menjamin kesehatan warga dan memberikan rasa keadilan dan perlakuan yang sama (universal coverage) untuk kesehatan masyarakat. BPJS harus menjawab tantangan dan terus berusaha memenuhi semua kewajiban itu dengan terus berbenah, evaluasi, ambil tindak tegas dan nyata.
“Universal Coverage. Semua warga wajib memiliki BPJS sebagai jaminan kesehatan dasar yang harus dimiliki. Bahkan harus siap jika warga hanya memiliki satu-satunya jaminan kesehatan ini. Karena ini membuktikan negara terus hadir memberi hak dasar (sehat), rasa keadilan utk seluruh masyarakat Indonesia dan tidak lepas dari tanggung jawab,” jelasnya.
Masih dikatakannya, jika ada opsi BPJS bubar dan digantikan oleh asuransi lain baik tunggal maupun multipel, misal dikelola oleh BUMN atau swasta, tetapi tetap negara tidak bisa subsidi masyarakat 100%, pasti tetap sistem cost sharing dengan besaran iuran atau premi bulanan yang lebih disesuaikan perhitungannya dan pelaksanaan yang mungkin saja akan jauh lebih baik, sehingga asuransi tersebut tetap sustain, tidak merugi, juga tidak profit oriented.
Berikut Lima usulan konkrit:
1. Evaluasi besaran iuran, perketat pembayaran iuran peserta mandiri. Diperkuat dengan regulasi yang mengikat masyarakat sebagai bentuk kewajiban masyarakat
2. Perkuat dan kolaborasi dgn Kemenkes RI dan mitra lainnya untuk program promotif, preventif, skrining deteksi dini penyakit. Reward dan punishment yang tegas untuk faskes yang melaksanakan program promotif, preventif, deteksi dini
3. Mitigasi pencegahan fraud pada faskes dan tindak tegas semua bentuk fraud sedini mungkin
4. Terus optimalkan akuntabilitas publik dan integritas dalam penyelenggaraan BPJS Kesehatan termasuk evaluasi internal berkelanjutan
5. Buka kembali peluang cost sharing pembiayaan BPJS dgn jaminan lain (asuransi swasta) / umum jika memang dibutuhkan untuk pengobatan pasien yang holistik dalam satu waktu. Perkuat verifikasi agar tidak terjadi double claim atau fraud.
“Harus ada sebuah asuransi nasional baik BPJS atau apa pun nanti namanya yang terus berupaya menjadi satu-satunya asuransi nasional (pemerintah) yang handal untuk masyarakat. Evaluasi masif dan perannya terus diperkuat dengan benar,” sarannya.
Ia juga meminta Faskes juga harus berbenah, tidak hanya mengandalkan pemasukan dari BPJS, tapi juga asuransi swasta atau umum.
“Tindak tegas upaya fraud kepada BPJS di faskes,” tegasnya.
Ngabila juga menambahkan, BPJS juga perlu mengedukasi masyarakat bahwa ada kondisi kesehatan tertentu (terutama kondisi tidak emergensi) yang tidak bisa dibayarkan BPJS. Sehingga masyarakat perlu membayar secara umum di RS. Atau pasien perlu patuh dengan berobat dulu di layanan primer atau FKTP.
“RS patuh terhadap aturan yang bisa dibayarkan BPJS, jika kondisi keuangan BPJS terkendali, SOP penjaminan pasien (terutama kondisi emergensi / triase) bisa ditinjau ulang. Dalam kondisi tertentu lembaga sosial bisa membantu biaya pengobatan yang tidak tercover BPJS,’ pungkasnya.