Fungsi PK Pembimbingan Cegah Residivisme Klien Pemasyarakatan dI Bapas Kelas I Tangerang

oleh -
oleh
Leila Maulida
Oleh : Leila Maulida, PK Ahli Muda Bapas Kelas I Tangerang, Email : [email protected]

NASIONALNEWS.ID TANGERANG – Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, tujuan sistem pemasyarakatan adalah memberikan jaminan pelindungan terhadap hak Tahanan dan Anak, meningkatkan kualitas kepribadian dan kemandirian Warga Binaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik, taat hukum, bertanggung jawab, dan dapat aktif berperan dalam pembangunan; dan memberikan pelindungan kepada masyarakat dari pengulangan tindak pidana.

Menurut Gunarto (2017) dalam (Nugroho, 2017) Sistem pemasyarakatan dalam pelaksanaanya bertujuan untuk menciptakan kemandirian dalam diri warga binaan pemasyarakatan atau mewujudkan sumber daya manusia yang mandiri.

Program pembimbingan klien pemasyarakatan yang ada, dibagi menjadi 2 yaitu bimbingan kepribadian dan bimbingan kemandirian. Bimbingan kepribadian diberikan kepada klien dalam rangka membentuk pribadi yang lebih baik dan bimbingan kemandirian diberikan kepada klien dalam rangka memberikan keterampilan kerja sebagai bekal klien untuk menjalani kehidupan dimasyarakat. Dalam melaksanakan program pembimbingan juga terbagi menjadi 2 cara yaitu pembimbingan individu dan pembimbingan kelompok. Bimbingan individu dilakukan secara perorangan antara klien dengan petugas pembimbing kemasyarakatan. Bimbingan kelompok dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa klien secara langsung dalam tempat dan waktu yang bersamaan.

Berdasarkan data yang dihimpun dari kuesioner yang penulis sebar kepada 30 orang Pembimbing Kemasyarakatan,  terhitung sejak berdirinya Bapas Kelas I Tangerang pada tahun 2019 hingga  Mei 2023 terdapat 15 usulan pencabutan SK terhadap klien oleh Bapas Kelas I Tangerang dikarenakan pengulangan tindak pidana.  Untuk itu penulis tertarik untuk  mengkaji peran PK dalam fungsi pembimbingan untuk mencegah pengulangan tindak pidana yang dilakukan klien pemasyarakatan melalui pelbagai kajian dan literatur yang ada.

 

Residivisme dan Faktor penyebab

Prianter Jaya Hairi (2018) mengutip Fasel S dan Wolf A bahwa Residivisme dalam pemahaman umum dipahami sebagai suatu istilah luas yang mengacu pada perilaku kriminal kambuhan (relapse of criminal behavior), termasuk karena suatu penangkapan kembali (rearrest), penjatuhan pidana kembali (reconviction), dan pemenjaraan kembali (reimprisonment). Residivie atau pengulangan tindak pidana berasal dari bahasa Perancis yatitu Re dan Cado. Re berarti lagi dan Cado berarti jatuh, sehingga secara umum dapat diartikan sebagai melakukan kembali perbuatan-perbuatan kriminal yang sebelumnya biasa diakukannya setelah dijatuhi pidana dan menjalani penghukumannya (Muhammad Hafiluddin Khaeril, 2014 p.36). Pengulangan atau residivie terdapat dalam hal seseorang telah melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri, diantara perbuatan mana satu atau lebih telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan (Nabila Salsabila,2017. p.32).

Ahmad Rizky Harahap, (2021) mengutip pendapat Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Prof Hibnu Nugroho, bahwa perbuatan napi yang kembali berulah menimbulkan keresahan di masyarakat, kemudian lebih jelasnya dia juga mengatakan bahwa kondisi ekonomi yang tidak jelas, pengangguran yang banyak, hidup susah menjadikan potensi kriminologinya besar sekali, wajar apabila masyarakat takut. Sejalan dengan itu, Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala berpendapat bahwa Stigmatisasi terhadap napi ikut menyumbang penolakan kehadiran para napi di masyarakat. Malah, di satu sisi sangat tidakmungkin tidak diterima oleh keluarga dan di sisi lainnya, ada daya tarik dari anggota geng bagi napi yang telah selama ini terikat pada kelompok atau organisasi kejahatan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikupas beberapa sebab klien pemasyarakatan melakukan pengulangan tindak pidana yang kemudian dibagi menjadi 2 faktor penting.  Faktor internal dari dalam diri klien, dan faktor eksternal dari luar yang mempengaruhi kehidupan klien.

Faktor internal pertama yang mempengaruhi klien pemasyarakatan melakukan pengulangan tindak pidana antara lain kurangnya ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, penerapan konsep agama yang dianut yang tidak dijalani dengan baik sehingga klien tidak merasa takut dengan apa yang diperbuat. Hal ini juga berujung pada kurangnya komitmen klien untuk menjadi individu yang lebih baik. Fenomena kehidupan yang serba kritis dan krisis yang merubah cara pandang manusia terhadap kehidupan membuat banyak orang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya.

Faktor internal kedua yaitu cara berpikir klien pemasyarakatan yang belum berubah dari cara berpikir lama menuju cara berpikir baru agar lebih baik dalam menyikapi situasi. Klien masih terperangkap dengan cara berpikir yang lama, di mana pola pikir itu berpusat pada cara-cara yang salah sehingga terjebak dengan pemikiran yang sama hingga akhirnya kembali pada perilaku melanggar hukum kembali. Salah satu contoh adalah, cara berpikir permisif dimana pekerjaan apapun ditempuh untuk menghasilkan uang namun tidak menyadari bahwa hal tersebut merupakan suatu kesalahan.

Faktor internal ketiga yaitu minimnya skill yang dimiliki klien sehingga klien kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak. Apalagi jaman semakin berkembang, dimana berlaku siapa yang tidak dapat mengikuti larinya jaman, ia akan tertinggal. Di sinilah, celah pengulangan tindak pidana, di mana lapangan kerja yang ada tidak dapat dimasuki klien karena keterbatasan kemampuan klien mengakibatkan klien dapat kembali pada pengulangan tindak pidana.

Selain ketiga faktor internal, pengulangan tindak pidana disebabkan oleh faktor eksternal. Yang pertama adalah, faktor kondisi ekonomi. Di mana kehidupan ekonomi klien berada di bawah garis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga banyak terjadi di kalangan bawah, bahwa pengulangan tindak pidana semata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Faktor eksternal kedua yaitu faktor lingkungan di mana klien melaksanakan integrasi. Lingkungan yang buruk dapat berpengaruh kepada proses integrasi klien yang bersangkutan. Lingkungan integrasi semestinya adalah lingkungan yang mendukung proses pemulihan klien, namun fakta di lapangan banyak lingkungan yang malah mengembalikan klien kepada pengualangan tindak pidana. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa manusia dan lingkungan selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi.

Faktor eksternal lain yaitu, penerimaan masyarakat terhadap klien sebagai mantan narapidana sering memicu stigma negatif. Hal ini membuat klien merasa terasing sehingga klien kembali kepada pergaulan lamanya dan akhirnya memberi peluang pada pengulangan tindak pidana.

 

Peran PK dalam Fungsi Pembimbingan terhadap Klien Pemasyarakatan

PK sebagai pembimbing klien harus memiliki keterampilan untuk dapat menggali informasi tentang klien sehingga dapat melihat potensi, masalah serta solusi bagi klien. Naomi Brill, dalam Iskandar (1991:23), menyatakan bahwa dalam pekerjaan sosial, pekerja sosial dan PK harus memiliki keterampilan berikut:

a.    differential diagnosis; Keterampilan ini berhubungan dengan kemampuan PK untuk memahami keunikan klien dan situasinya serta menyesuaikan teknik yang digunakan terhadap klien. Tidak ada dua orang yang memiliki kesamaan identik, baik dalam fisiologis maupun karakter, meskipun keduanya kembar. PK harus menyadari keunikan kepribadian klien dan situasi yang berkaitan dengan hal tersebut. Diagnosis PK haruslah objektif, bebas dari bias, prasangka buruk, perasaan, dan emosi.

b.    Timing; Keterampilan ini dapat dilihat dalam dua cara yang berbeda, pertama bahwa timing berhubungan dengan ketepatan waktu yang digunakan oleh PK. Jika PK terlalu cepat menangani klien, tentu klien akan mengalami kebingungan dan pada akhirnya klien akan kecewa atau bahkan sakit hati karena merasa mendapatkan penanganan yang asal-asalan. Sebaliknya, apabila penanganan klien dilakukan terlalu lambat, maka kasus yang ditangani akan makin sulit diselesaikan sehingga pencapaian tujuan akan terhambat.

c.    partialization; Keterampilan ini dapat dilihat dalam dua cara yang berbeda, pertama bahwa timing berhubungan dengan ketepatan waktu yang digunakan oleh PK.

d.    Keterampilan menyelesaikan masalah (problem solving skill); Penyelesaian masalah merupakan salah satu proses menajamkan logika, meningkatkan kemampuan argumentasi, menganalisis suatu perkara/kejadian, serta menemukan jawaban. Keterampilan ini sangat dibutuhkan agar tujuan organisasi dapat tercapai.

e.    Focus; keterampilan ini berhubungan dengan kemampuan PK untuk memusatkan perhatiannya pada aspek penting situasi tersebut dan memegang teguh beberapa kesimpulan dari kemajuan yang telah dicapai. Hal ini berarti bahwa PK harus dapat memahami suatu aspek masalah yang diteliti atau suatu alternatif pemecahan.

f.    Estabilishing partnership; keterampilan ini berhubungan dengan kemampuan PK untuk memusatkan perhatiannya pada aspek penting situasi tersebut dan memegang teguh beberapa kesimpulan dari kemajuan yang telah dicapai. Sinergitas perlu dibangun oleh PK dengan klien sehingga tujuan proses pembimbingan dapat terwujud. Apabila hubungan keduanya tidak sejalan, upaya pencapaian tujuan pembimbingan akan terhambat.

g.    Structure; keterampilan ini berhubungan dengan kemampuan PK untuk memusatkan perhatiannya pada aspek penting situasi tersebut dan memegang teguh beberapa kesimpulan dari kemajuan yang telah dicapai. Dalam hal ini, ditentukan apakah suatu kegiatan dapat dilakukan atau tidak, kapan dan di mana dilakukan. Keterampilan structure juga menyangkut kemampuan PK dalam mengaitkan peranan berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan pertolongan. Secara sederhana, keterampilan ini merupakan keterampilan manajerial yang harus dimiliki oleh PK sehubungan dengan penggunaan metode, teknik serta implementasi prinsip. Penstrukturan akan lebih mudah dicapai apabila hal itu merupakan suatu keinginan dan bagian dari pertolongan kepada klien. PK menentukan sumber yang diperlukan dan dapat digunakan serta alasan mengunjungi setiap klien atau referal.

Dari keterampilan ini, PK dapat memetakan kebutuhan klien sehingga klien dapat diarahkan untuk mengikuti kegiatan yang ada di Bapas Kelas I Tangerang. Bimbingan konseling yang dilaksanakan saat ini oleh para PK Bapas Kelas I Tangerang bisa dilaksanakan secara langsung maupun melalui daring. Adakalanya para klien yang sudah bekerja kesulitan membagi waktu untuk dapat datang hadir langsung ke kantor bapas, sehingga klien diberi kelonggaran untuk dapat melapor melalui daring. Dari kemampuan PK mengidentifikasi klien, PK dapat memberikan dorongan ke arah yang lebih baik dan memberikan solusi bagi permasalahan klien. untuk mendapatkan kemampuan ini, PK membutuhkan pendidikan dan latihan khusus, serta pengalaman yang panjang agar proses bimbingan menjadi optimal.

Peran Bapas Kelas I Tangerang terhadap Pembimbingan Klien Pemasyarakatan

Bapas Kelas I Tangerang telah melaksanakan proses pembimbingan terhadap klien pemasyarakatan. Bekerja sama dengan Kelompok Peduli Masyarakat (POKMAS LIPAS), Bapas Kelas I Tangerang telah melaksanakan berbagai program pembimbingan baik Kepribadian dan kemandirian. Melalui Griya Abhipraya, Bapas Kelas I Tangerang telah melaksanakan kegiatan diantaranya :

– Kegiatan ESQ bersama FKA ESQ Tangerang.

– Bimbingan kepribadian bersama Psikolog Profesional Khrisna Dewi Maharti.

– Seminar Hukum bersama LBH Mata Hati.

– Pelatihan Soft Skill dari Universitas Budi Dharma.

– Program Pasca Rehabilitasi kerjasama dengan BNN Kota Tangerang.

– Pelatihan Make UP Artis (MUA) dari Dinsos Provinsi Banten.

– Pelatihan Pembuatan Baso kerjasama GBI WTC dan Baso Jembangan Solo.

– Pelatihan Tata Boga dari Dinsos Provinsi Banten.

– Pelatihan Pembuatan Roti kerjasama GBI WTC dan Almond Bakery.

– Pelatihan Barber Shop bersama Masyarakat Cinta Lingkungan (MBCL).

– Pelatihan Barista Kopi bersama Masyarakat kopi Indonesia dan Komunitas Pecinta Kopi.

– Pelatihan perkebunan kerjasama dengan PT East West Seed Indonesia dan Masyarakat Bina Cinta Lingkungan (MBCL).

– Pelatihan Perikanan BUDIKDAMBER bersama GBI WTC.

Selain berbagai kegiatan di atas, Bapas Kelas I Tangeran juga melakukan koordinasi dengan instansi lain seperti BNPT, Densus 88 dan aparat penegak hukum lain, khususnya yang berkaitan dengan klien dengan kasus terorisme yang telah berikrar kembali kepada NKRI.

Dari  kesemua pelatihan yang telah dilaksanakan, memang belum dapat mengakomodir seluruh klien yang ada di Bapas Kelas I Tanggerang mengingat jumlah klien Bapas Kelas I Tangerang berjumlah 1.663 Orang. Hal ini tentunya membutuhkan anggaran yang cukup yang belum dapat memaksimalkan pemenuhan hak para klien untuk mendapatkan pembimbingan secara optimal. Ini menjadi suatu tantangan tersendiri bagi Bapas Kelas I Tangerang dalam mencari solusi agar berinovasi untuk dapat melaksanakan pembimbingan secara maksimal.

Terbaru, tahun 2023 ini, Bapas Kelas I Tangerang terus memperbaharui kerjasama dengan pihak ketiga dengan harapan dapat mengakomodir kebutuhan klien akan pembimbingan kepribadian maupun  kemandirian.

Kendala dalam Proses Pembimbingan

Beberapa kendala yang ditemukan dalam proses bimbingan di Bapas Kelas I Tangerang, berupa:

Faktor internal klien, yaitu keinginan berubah dari dalam diri klien yang masih kurang, klien tidak memiliki komitemn yang kuat dengan dirinya sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Kebanyakan klien belum memiliki rasa tanggungjawab yang besar terhadap kewajiban lapor rutin.

Faktor ekonomi, di mana klien kesulitan untuk melaksanakan bimbingan karena jarak tempuh dari rumah klien ke kantor bapas cukup jauh dan memakan biaya. Dan yang paling miris, klien tidak mampu membeli kuota untuk mengabarkan kepada PK keadaan dirinya.

Dampak pandemi yang masih ada, di mana wabah covid 19 sangat meluluh lantakkan perekomonian semua lapisan. Hal ini sangat dirasakan sekali oleh para klien terutama klien dengan ekonomi lemah.

Stigma masyarakat, di mana pelabelan negatif masih dirasakan oleh para klien sehingga klien merasa terasing dengan lingkungan. Ini membuat klien kembali pada pergaulan lama dan kebanyakan bersifat negatif. Kebanyakan mereka merasa diterima di dalam lingkungan negatif tersebut daripada di dalam masyarakat normal pada umumnya.

Fungsi pengawasan yang belum optimal dari PK, dapat menyebabkan pembimbingan terhadap klien tidak berhasil. Pengawasan sangat penting dalam segala hal. Bahwa sebaik apapun program yang dilakukan apabila tidak dilakukan pengawasan maka program tersebut tidak akan berjalan baik. Dalam aturan, apabila klien belum melapor selama tiga kali berturut-turut, maka PK wajib melakukan pengawasan. Pengawasan dapat dilakukan melalui telekomunikasi hingga visitasi ke lingkungan untuk memastikan keberadaan klien. hal ini lah yang kurang dilaksanakan secara optimal mengingat beban kerja PK Bapas Kelas I Tangerang yang banyak sehingga fungsi pengawasan tidak menjadi skala prioritas.

Anggaran yang tidak optimal cukup memberi pengaruh terhadap proses pembimbingan dan pengawasan. Dalam proses pembimbingan khususnya program kemandirian, anggaran cukup menjadi hal yang krusial sehingga Bapas Kelas I Tangerang berusaha menanggulanginya dengan mengadakan kerjasama dengan pihak ketiga.

Kesimpulan

Fungsi pembimbingan yang dilaksanakan oleh PK Bapas Kelas I Tangerang telah berjalan dengan baik. Bapas Kelas I Tangerang telah banyak melakukan kegiatan pembimbingan baik pembimbingan kepribadian maupun kemandirian dengan harapan dapat menekan tingkat pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh klien pemasyarakatan. Hasilnya dibuktikan dengan jumlah pengulangan tindak pidana yang rendah. Dalam kurun waktu empat tahun berdirinya Bapas Kelas I Tangerang tahun 2019 sampai dengan medio 2023, data yang terhimpun berupa jumlah residivis klien di Bapas Kelas I Tangerang hanya berjumlah 15 orang. Namun demikian, masih ditemukan kendala dalam proses pembimbingan berupa kurangnya motivasi dari diri klien untuk berubah menjadi lebih baik, kesulitan ekonomi dan stigma masyarakat serta pengawasan yang lemah dari PK karena beban kerja yang banyak. Ditambah dengan belum optimalnya anggaran dari pemerintah untuk mendukung proses pembimbingan dan pengawasan terhadap klien pemasyarakatan.

Ke depan, diharapkan, PK dapat lebih meningkatkan skill keterampilan untuk dapat memetakan kebutuhan klien, mengindentifikasi kepribadian klien dan dapat memotivasi klien menjadi pribadi yang lebih baik serta mencari solusi untuk kebaikan klien. Bagi unit induk, diharapkan dapat menyelenggarakan diklat teknis untuk menunjang pekerjaan PK serta dukungan angagrna yang optimal bagi keebrlangsungan tugas dan fungsi ke-bapasan.

No More Posts Available.

No more pages to load.