NASIONALNEWS.ID, PANDEGLANG — Eksekutif Kota Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EK LMND) Pandeglang menyatakan kecaman keras terhadap tindakan kekerasan brutal yang dialami seorang mahasiswa berinisial SA di salah satu kampus di Pandeglang, Banten, pada Selasa, 20 Mei 2025. Insiden tersebut melibatkan pengeroyokan, pengancaman, dan penggunaan senjata tajam oleh tujuh mahasiswa aktif berinisial RA, FA, BU, MM, EG, FR, dan SM. Pada hari Sabtu, (24/05/2025).
Tindakan ini tidak hanya menyebabkan luka fisik serius, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi korban. EK LMND menegaskan bahwa peristiwa ini merupakan pelanggaran berat terhadap hukum dan nilai-nilai kemanusiaan.
Menurut Kepala Divisi Advokasi LBH Rakyat Banten, Rizky Arifianto, kasus ini harus ditindaklanjuti secara tegas oleh aparat penegak hukum. “Pengeroyokan adalah tindakan kekerasan yang tidak bisa ditoleransi. Ini bukan hanya pelanggaran hukum pidana, tapi juga ancaman terhadap rasa aman masyarakat,” tegas Rizky.
Kasus ini dinilai melanggar sejumlah ketentuan hukum, antara lain Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, jo Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang pengancaman, serta Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan dan penggunaan senjata tajam tanpa izin.
EK LMND menyatakan solidaritas penuh kepada LBH Rakyat Banten atas pendampingan hukum yang diberikan kepada korban dan keluarganya. Arif Saepudin, Sekretaris EK LMND Pandeglang, menyampaikan bahwa pihaknya siap mengawal proses hukum hingga tuntas serta memperluas advokasi ke ranah publik dan institusi negara.
Dalam pernyataan sikapnya, EK LMND Pandeglang menyampaikan:
1. Mengecam keras segala bentuk kekerasan dan intimidasi, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus.
2. Mendesak Kepolisian Resor Pandeglang untuk segera menangkap dan memproses para pelaku secara transparan dan berkeadilan.
3. Mendukung penuh LBH Rakyat Banten dalam memberikan pendampingan hukum kepada korban dan keluarganya.
4. Menyatakan kesiapan untuk mengawal dan mengadvokasi kasus ini hingga tuntas demi tegaknya keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.
“Kampus seharusnya menjadi ruang aman bagi mahasiswa untuk belajar dan berkembang, bukan menjadi tempat subur bagi kekerasan dan tindakan premanisme,” tutup Arif.
(ARI)