NASIONALNEWS.ID, Jakarta – Ribuan jamaah memadati Masjid Istiqlal, Jakarta, pada pelaksanaan Salat Jumat (28/11/2025).
Pada kesempatan ini, Prof. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Anggota Dewan Pendidikan Tinggi (DPT), menyampaikan khutbah bertema ‘Menanam Kasih dalam Pendidikan Umat’.
Khutbah berlangsung sekitar 20 menit itu mengajak umat Islam meneguhkan kembali kedudukan guru, pentingnya etika keilmuan, serta perlunya membangun orientasi pendidikan berbasis kasih sayang.
Dalam pembukaan khutbahnya Ahmad Tholabi Kharlie menegaskan keutamaan ilmu sebagaimana ditegaskan Al-Qur’an.
Ia mengutip Q.S. Al-Mujadalah ayat 11 untuk menekankan bahwa Allah meninggikan derajat orang berilmu.
Menurut dia, ayat tersebut memberi penegasan bahwa ilmu adalah instrumen peradaban dan sarana penyucian jiwa.
Dengan nada reflektif, ia mempertanyakan, “Bagaimana ilmu itu diberikan serta melalui proses apa pengetahuan dapat mengangkat derajat manusia?”
Dari sana, ia mengajak jemaah menelaah mekanisme turunnya wahyu.
Ahmad Tholabi Kharlie menjelaskan, sekalipun Allah Mahakuasa, wahyu tetap diturunkan melalui perantara, yakni Malaikat Jibril.
Ia merujuk Q.S. Al-Syu‘ara ayat 193–194 untuk menunjukkan bahwa proses pengajaran, bukan pemberian instan, merupakan mekanisme ilahi.
“Nabi saja menerima wahyu melalui pembimbing. Bagaimana mungkin manusia biasa mendapatkan ilmu tanpa guru?” ujarnya.
Menurut Ahmad Tholabi Kharlie bahwa guru adalah ‘jembatan epistemologis’ yang memastikan kebenaran ilmu diteruskan secara benar dan beradab.
Ia menegaskan peran guru dalam Islam bukan pelengkap, melainkan fondasi peradaban yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah lahirnya ilmu.
Lebih jauh, Ahmad Tholabi Kharlie menguraikan tiga prinsip pendidikan dalam wahyu pertama, Q.S. Al-‘Alaq ayat 1–5: iqra’ sebagai dorongan belajar aktif.
Kemudian, Al-Qalam sebagai simbol pengetahuan yang terdokumentasi.
Terakhir, kesadaran bahwa manusia pada hakikatnya tidak mengetahui apa-apa kecuali melalui proses belajar.
“Dengan tiga prinsip ini, Islam membangun kerangka pendidikan komprehensif yang melahirkan insan beradab dan rendah hati,” tuturnya.
Menyinggung Hari Guru Nasional yang diperingati setiap 25 November, Ahmad Tholabi Kharlie mengajak jemaah menjadikannya sebagai momen reflektif untuk memahami kembali kedudukan guru dalam konstruksi keilmuan Islam.
Dia menyampaikan tiga makna filosofis, yakni guru sebagai perantara ilmu.
Selanjutnya, guru sebagai fondasi peradaban, dan guru sebagai teladan pedagogis yang diwariskan dari sifat-sifat Malaikat Jibril, yakni amanah, lembut, dan penuh kasih.
“Penghormatan terhadap guru adalah bagian dari maqashid al-syari‘ah, yakni menjaga kehidupan ilmu,” ujarnya.
Dalam salah satu bagian terpenting khutbahnya, Ahmad Tholabi Kharlie menyoroti pentingnya merancang kurikulum pendidikan yang tidak hanya mentransmisikan pengetahuan, tetapi juga menyentuh hati.
Ia menegaskan kurikulum ideal dalam perspektif Islam harus menanamkan cinta.
“Ilmu harus turun ke hati, bukan hanya ke kepala,” ujarnya.
Ahmad Tholabi Kharlie menyebut tiga wujud cinta sebagai pilar kurikulum, yakni: cinta kepada sesama manusia.
Berikutnya, cinta kepada alam, dan cinta kepada tanah air. Masing-masing pilar diperkuat dengan rujukan Al-Qur’an dan Hadis.
Hubungan guru dan murid, katanya, tidak boleh dibangun atas dasar ketakutan, melainkan kasih sayang yang melahirkan komunikasi mendidik.
Tentang cinta lingkungan, ia menegaskan bahwa bumi adalah amanah ilahi dan harus dijaga sebagai bentuk etika spiritual.
Adapun cinta tanah air, menurutnya, adalah ekspresi syukur dan bagian dari tanggung jawab sejarah.
“Tanah air dicintai bukan karena sempurna, tetapi karena ia adalah tempat kita menunaikan amanah peradaban,” ucapnya sambil mengutip hadis Rasulullah Saw. tentang kecintaan beliau kepada Mekah.
Menutup khutbah, Ahmad Tholabi Kharlie mengingatkan bahwa ilmu yang tidak disertai cinta dapat melahirkan kehancuran.
Sebaliknya, ilmu yang dibingkai cinta kepada Allah, sesama, alam, dan bangsa merupakan jalan keselamatan bagi umat.
Ia mengajak jemaah menjaga etika ilmu, meneguhkan penghormatan kepada guru, serta berkomitmen membangun pendidikan berkeadaban.






