NASIONALNEWS.ID, JAKARTA – Tantangan Polri ke depan yakni berkomitmen mewujudkan insan bhayangkara yang profesional dan adil sesuai amanah tugas pokok kepolisian, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut disampaikan ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso saat menggelar jumpa pers, Minggu (31/12/2023).
Menurut Sugeng, terkait kepuasan publik yang meningkat terhadap Polri di akhir tahun 2023 ini mengindikasikan bahwa Polri di era kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah bekerja keras untuk menjadikan institusi Polri menjadi lembaga yang profesional dan bekerja secara profesional. Hasilnya, membuat Polri dipercaya oleh masyarakat.
“Untuk itu hasil survey dari Litbang Kompas, Indopol, LSI, dan Indikator harus dipertahankan pada tahun 2024. Caranya, setiap anggota Polri wajib menjaga sumpah jabatannya dan setiap pimpinan di satuan kerja mana pun harus selalu mengingatkan bawahannya untuk tidak menyimpang dari kode etik Polri,” ujar Sugeng.
Sugeng juga menjelaskan, di dalam pasal 5 Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik Polri disebutkan pada ayat 1 bahwa Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan wajib menjalankan tugas, wewenang dan tanggungjawab secara profesional, proporsional, dan prosedural. Huruf g, menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, ketaatan pada hukum, kejujuran, keadilan, serta menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab. Huruf k, mendahulukan peran, tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat KEPP pada pasal 1 angka 1 Perpol 7 Tahun 2022 adalah norma atau
aturan moral baik tertulis maupun tidak tertulis yang menjadi pedoman sikap, perilaku dan perbuatan pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas, wewenang, tanggung jawab serta kehidupan sehari-hari.
Oleh karenanya, ketegasan Kapolri Jenderal Listyo Sigit dalam menjaga marwah institusi Polri sangat dibutuhkan dalam mengelola organisasi besar dengan jumlah 450-an ribu anggota tersebut. Sehingga sikap Kapolri “memotong kepala ikan yang busuk” sangat diperlukan dan dinantikan oleh masyarakat. Sebab, dengan cara seperti itu maka perubahan kultural di lembaga Polri bisa dibenahi sehingga reformasi Polri akan berhasil.
“Survey Kepuasan Publik oleh Litbang Kompas yang menembus angka 87 persen terkorelasi dengan catatan IPW dimana pengaduan masyarakat pada IPW menurun dari tahun sebelumnya. Tahun 2022 pengaduan masyarakat pada IPW mencapai 127 pengaduan, namun sepanjang tahun 2023 ini pengaduan masyarakat pada IPW hanya 79 aduan. Terkait aduan masyarakat tersebut, IPW mencatat respon tindak lanjut dari aduan yang disampaikan oleh IPW direspon dengan cukup baik oleh pimpinan Polri,” jelasnya.
Disamping itu, peningkatan kepercayaan publik tersebut diduga kuat karena adanya pengawasan melekat oleh atasan dan atau atasan langsung dari anggota polri yang diduga melakukan pelanggaran etik, disiplin dan atau pidana.
Pengawasan melekat ini didukung dengan adanya regulasi pengawasan melekat melalui Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2022 yang diteken oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada tanggal 16 Maret 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri. Dalam Perkap Waskat ini diatur adanya kewajiban atasan melakukan Waskat pada bawahan (pasal 2), bahkan bila atasan tidak melakukan kewajiban Waskat maka diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
“Waskat di lingkungan Polri itu dilakukan dengan tatap muka dan juga Waskat tidak langsung dengan pemanfaatan teknologi informasi. Kegiatan Waskat oleh atasan itu berupa pemberian arahan, inspeksi, asistensi, supervisi, dan atau monitor dan evaluasi,” tambahnya.
Dalam Perkap Waskat tersebut, atasan menerima informasi perilaku bawahan bersumber dari pengawas eksternal, masyarakat dan atau media massa, media elektronik dan atau medsos. Karena itu, Informasi adanya kesalahan dan atau pelanggaran wajib ditindak lanjuti oleh atasan baik dengan proses etik dan atau proses pidana sesuai ketentuan undang-undang.
Perkap Waskat ini menjadi rujukan aturan bagi satuan Propam, Itwasum dan Wassidik Bareskrim Polri dalam melakukan Waskat pada anggota. Dalam catatan IPW, terjadi koordinasi yang baik antara tiga satuan lembaga di bawah Polri tersebut yang dijabat oleh Komjen Ahmad Dofiri sebagai Irwasum, Irjen Syahar Diantono sebagai Kadivpropam serta Brigjen Iwan Kurniawan selaku Karowassidik Bareskrim Polri. IPW mencatat terdapat
layanan berbasis teknologi informasi untuk pengaduan masyarakat, propam Presisi, E Wassidik, Dumas Presisi, Whatsaap Yanduan yang memudahkan pengaduan masyarakat kepada institusi Polri.
Regulasi dan sistem teknologi yang dimaksudkan bertujuan untuk memberikan layanan terbaik polri kepada masyarakat tentulah baik, akan tetapi ketersediaan personil yang profesional, bersikap adil dan humanis adalah lebih penting . Catatan IPW juga melihat bahwa selain sistem dan regulasi, keberhasilan pencapain 87 persen kepercayaan publik terhadap Polri ini, juga didukung oleh kepemimpinan humanis Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Tentu keberhasilan polri ini perlu diberi apresiasi, akan tetapi catatan-catatan kritis juga perlu disampaikan antara lain: adanya
“fenomena no viral no Justice” masih terjadi. Artinya, bila diviralkan maka respon atau atensi pimpinan Polri menjadi lebih cepat atas aduan masyarakat yang viral tersebut.
Dalam kaitan kecepatan respon juga menjadi sorotan karena adanya respon yang lambat. Bahkan ketika permasalahan yang diadukan sudah selesai respon itu baru muncul.
IPW juga mencatat bahwa masyarakat sulit mendapatkan keadilan dalam proses hukum di Polri dan seringkali menjadi korban ketidak adilan karena penggunaan proses hukum yang berpihak, didesain menggunakan hukum formal pada kasus-kasus saat anggota masyarakat berhadapan dengan pemilik modal dan atau memiliki akses dengan kekuasaan, termasuk didalamnya akses pada pimpinan Polri di tingkat wilayah bahkan di tingkat pusat.
Selain itu, terdapat pula ekses-ekses penggunaan kekuasaan dan kekerasan oleh Polri dalam kasus-kasus terkait konflik-konflik masyarakat dengan pemilik modal dalam ranah investasi. Masyarakat selalu dalam posisi yang lemah dan kalah serta tidak mendapatkan pengayoman.
“Oleh sebab itu, di tahun 2024 kelemahan ini harus dieliminir disamping mempertahankan pencapaian kepercayaan publik terhadap Polri sesuai hasil survey Litbang Kompas di akhir tahun 2023. Sekali lagi, setiap anggota Polri harus menjaganya sesuai Tribrata dan Catur Prasetya,” tutup Sugeng.