NASIONALNEWS.ID, KOTA TANGERANG SELATAN – Proses sebelum dilaksanakannya Penerimaan Peserta Didik Baru (Pra PPDB) Kota Tangerang Selatan, Tangerang Public Service (TPS) mengajak masyarakat untuk sama-sama awasi segala proses PPDB.
“Sudah menjadi rahasia umum bahwa dari tahun ke tahun segala proses PPDB di Tangsel ini sudah di-setting. Padahal jika bicara soal pendidikan, semua warga negara wajib mendapatkan hak yang sama. Tapi dalam pelaksanaanya, tidak berbanding lurus dengan semangat yang termaktub di dalam UU RI 1945,” ucap Direktur Eksekutif Tangerang Public Service (TPS) Ryan Erlangga, Senin (18/6/2024).
Jika flashback ke tahun 2023, lanjut Ryan, banyak sekali temuan-temuan saat pelaksanaan PPDB di Tangsel ini. PPDB 2023 lalu, telah terjadi secara masif pungutan liar terhadap masyarakat yang ingin memasukan anaknya sekolah. Baik dari oknum kelurahan, oknum sekolah dan oknum oknum lainnya.
“Tahun lalu, ada oknum SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang meminta pungli dengan dalih uang capek panitia PPDB dengan nilai yang tidak kecil. Selain itu juga, terjadi adanya kelebihan kapasitas pada Rombongan Belajar,” ungkap Ryan.
Bahkan, lanjut Ryan, proses Pra PPDB Kota Tangerang Selatan Tahun 2024 ini menuai banyak masalah. TPS mencatat ada beberapa kasus yang ditemukan.
Pertama, ada oknum Sekolah Dasar mengkolektif para peserta didik kelas 6 yang akan memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar Rp260ribu dengan sistem untung-untungan (lotre). Hal ini mendasari terjadi Pungli secara Terstruktur, Sistematis dan Mashive.
Kedua, Panitia PPDB SMP merasa risih dengan adanya oknum yang melakukan titipan titipan ke sekolah. Akhirnya, mereka menyampaikan kepada orang tua calon peserta didik baru di Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk bisa memberikan uang lelah bagi panitia PPDB dengan nominal sebesar Rp.1 juta rupiah. Tidak boleh kurang dari itu.
Kemudian, Pra PPDB diduga sebagai ajang konsolidasi sekolah dengan Dinas Pendidikan untuk memastikan para calon peserta didik baru yang dititipkan.
“Sudahlah cukup. PPDB itu bukan ajang Pesta Demokrasi Pendidikan, yang mana bisa beli bangku sana sini. Pendidikan yang seharusnya dapat dirasakan setiap warga negara Indonesia, tapi ini malah diperjualbelikan,” tegas Ryan.
“Karena itu, peran masyarakat untuk mengawasi sangat dibutuhkan. Jadi masyarakat bisa mengawasi dan tentunya dengan tidak melakukan praktik itu juga,” tutup Ryan.