NASONALNEWS.ID,BANYUMAS-Audensi warga masyarakat Desa Karangrau Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas yang di wakili oleh tokoh serta masyarakat setempat dan Yayasan TriBatha selaku pendamping bertempat di Hotel Magnum, jalan Suparjo Rustam Desa Sokaraja Kulon belum sepenuhnya di setujui oleh PT Linggarjati Permai. Senin (16/05/2025)
Nanang Sugiri selaku Pembina Yayasan Tribatha sekaligus selaku kuasa dari masyarakat Desa Karangrau ucapkan syukur atas kelancaran acara mediasi dengan pengembang perumahan Sapphire Mansion Purwokerto.
“Alhamdulilah lancer, walaupun belum semua informasi kita dapatkan. Dari Tribhata belum mendapatkan secara data, tetapi setidaknya sudah ada gambaran tentang perjalanan, dari mulai proses tukar menukar tanah pada tahun 1997 antara pemerintah Desa Karangrau dengan pihak pengembang yaitu PT Linggar Jati Permai,” Kata Nanang
Nanang menyampaikan, beberapa hal penting di dapati terkait dari adanya mediasi bersama pengembang Sapphire Mansion yang turut serta dihadiri oleh Forkopimcam Sokaraja Forkopimda Banyumas dalam kesempatan tadi dari Tribhata menyampaikan beberapa hal, yang pada intinya adalah bahwa mengacu pada proses tukar menukar tanah bengkok Desa kita menekankan pada nilai tanah yang ditukar.
“Artinya tanah Desa Karangrau atau tanah bengkok seluas 94.000 meter persegi yang ditukar dengan tanah penggantinya yaitu seluas atau 103.000 meter persegi tanah yang berada di dua kecamatan di Kabupaten Banyumas yaitu di Kecamatan Kembaran dan Sumbang kita tekankan adalah nilai tanahnya,” Tegas Nanang
Dengan gamblang Nanang menilai, pada saat awal terjadi tukar menukar tanah itu sendiri sampai dengan nilai sekarang nilai jual sekarang.
“Kemudian dikaitkan dengan apa yang menjadi permintaan warga, kami mendasari dan meyakini bahwasanya mau minta tanah lapangan, mau minta perluasan tanah makam dan lain sebagainya kami rasa ketika mengacu kepada nilai itu sendiri maka kita hati-hati sekali dalam penyampaian kata kompensasi ataupun terlebih tadi ada kata-kata CSR dari pihak pengembang, kami beserta masyarakat tidak sepakat,” Cetus Nanang
Nanang menambahkan, berbeda aset Desa itu nilainya harus disetarakan. kita serahkan kepada tim appraisal. Dalam hal ini silakan dihitung dari nilai tanah milik desa yang ditukar dengan tanah penggantinya nilainya sudah setara apa belum. Karena sebagaimana amanah dan regulasi yang mengatur tentang tukar guling atau tukar menukar tanah.
“Ketika Desa menyelenggarakan itu sendiri(tukar guling) adalah setidak-tidaknya itu sama nilainya kalau tidak bisa cari untung lebih banyak setidaknya sama nilainya. Nah ini menjadi penting sekali karena dugaan kami ada selisih nilai yang cukup signifikan ketika dikruskan di dalam nilai rupiah. Dan kita tadi ketika di dalam forum mediasi pun menanyakan ke forum audien yang hadir,” Ujar Nanang
Nanang pun menggambarkan besarnya selisih harga tanah yang ada saat ini dengan harga tanah Desa dengan luasan 94.000 meter persegi.
“Harga tanah Ex bengkok kalau kalau diharga pasaran itu mencapai 20 juta. Hitung saja 20 juta di kalikan 6000 sekian ubin, bahkan ketemu angka sekitar 130 sekian Milyar. Nah pertanyaan yang sederhana di sini muncul. Tanah penggantinya nilainya sama enggak walaupun luasannya lebih banyak?,” lanjut Nanang
Kembali Nanang menegaskan, kalau ini tidak bisa terselesaikan Saya rasa kembalikan kepada kas Desa saja, mau buat bikin lapangan bertingkat mau bikin makam bertingkat Saya rasa masih ada dan cukup ya ?, jadi perbedaan pemahaman itu sendiri yang memang harus kita selesaikan juga secara hukum.
Dirinya juga sangat mengapresiasi atas kehadiran para pihak yang diundang pada acara mediasi tersebut.
“Tidak lupa saya ucapkan terima kasih terhadap beberapa Aparat Penegak Hukum (APH) di Banyumas yang sudah hadir, dari Kejari Purwokerto, Kejari Banyumas, Polresta Banyumas dan lain sebagainya Saya rasa akan menjadi catatan tersendiri, karena kami tidak dalam ranah untuk intervensi terhadap persoalan antara konsumen dengan pengembang, persoalan perijinan dan lain sebagainya,” kata Nanang
Nanang juga menambahkan, sudah bukan menjadi rahasia lagi. Ketika ada testimoni langsung dari salah satu konsumen Sapphire Mansion yang mengatakan bahwa ‘Saya beli tapi terbit sertifikat yang tertera di situ rumah sangat sederhana (RSS)’ padahal dia beli dengan harga yang premium atau yang komersil dengan harga cukup tinggi.
“Maka fakta yang ada. Rumah dengan sertifikatnya itu tidak singkron dan itu silakan monggo terhadap APH karena kita fokus terhadap apa yang menjadi aset Desa itu sendiri,” katanya
“Kalau semua mekanisme ini berdalih dengan pengembangan masyarakat atau Desa yang dirugikan, ya ini sama saja kembali lagi ke alam penjajahan. jadi sekarang saatnya bangkit dan melawan,” tegasnya
“Kesimpulannya ada bukti 3 poin yang pertama adalah dari pihak pengembang sudah menyepakati untuk pemberian tambahan tanah makam, terkait masalah permintaan lapangan ini belum ada kesepakatan. terkait mengenai masalah nilai ini pun masih jauh dalam apa namanya harapan, berbicara konteks dasarnya saja dari pihak pengembang tidak mengakui adanya tukar menukar tanah atau tukar guling akan tetapi mengkui itu adalah kompensasi,” lanjutnya
“Maksudnya apa ini ? padahal jelas ! aset tanah Desa tidak boleh diperjual belikan,” singkat Nanang
Dirinya juga menjelaskan adanya larangan jual beli aset desa tidak bergerak.
“Yang mana ada aturan boleh diperjualbelikan aset desa bergerak, jika itu tanah harus ditukar guling gitu loh. Boleh benda-benda yang bergerak diperjual belikan tapi benda-benda yang tidak bergerak ya tidak boleh menurut undang-undang,” Ujar Kembali
Pada tempat yang sama Kepala Desa Karangrau mengatakan, mengenai lapang indoor itu sebenernya masih penawaran, intinya masih ada tempat yang memang bisa untuk luas lapangan sepak bola namun kami belum bisa memastikan.
“Hasil musyawarahnya terkait tanah makam, tadi sudah disepakati, kami dari Pemerintah Desa hanya menerima status tanahnya saja. masalah pembelian dan peduli sosial itu urusanya penjual. Dan Pemrintah Desa akan tetap bertahan untuk menuntut lapangan out door,” ujar Sugiono
Sugiono menambahkan, adanya tukar guling tanah ex bengkok dulu, berdasarkan musyawarah LKMD pada tahun 1997. Karena dulu harapannya itu terkait dengan kantor balai desa lama yang terkena ROI istilah pelebaran badan jalan, sehingga ingin pindah di tengah yang sekarang ini. Kalau nggak salah seperti itu, jadi terkait dengan hasil musyawarah dulu kami belum bisa sepenuhnya memahami. Karena bukan era saya sebagai Kades.
>>>>IMAM S