NASIONALNEWS.ID, LAMONGAN – Warga menduga ada indikasi kecurangan dalam pelaksanaan ujian penjaringan untuk jabatan (Sekdes) di Desa Pangkat Rejo, Kecamatan Kota Lamongan, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Sebelum pelaksanaan ujian, Camat Lamongan Kota Agus Hendrawan sudah mengultimatum pada para peserta.
Dalam pidatonya, ia menghendaki untuk pelaksanaan ujian supaya berjalan bersih dan lancar, serta menghimbau pada seluruh peserta agar legowo menerima kekalahan, namanya kompetisi piala hanya satu direbut oleh 21 peserta mesti ada yang menang dan yang kalah.
Namun ironis sekali jika pelaksanaan ujian Sekdes tersebut dibilang bersih tanpa ada campur tangan panitia terhadap peserta ujian. Padahal sebelum pelaksanaan ujian sudah beredar rumor pada masyarakat setempat jika pemenangnya nanti adalah peserta nomer atas nama AZ.
Bahkan masyarakat sudah banyak yang ingin ikut serta mengawasi pelaksanaan ujian khususnya untuk peserta supaya tidak terjadi kecurangan, dan tidak percaya penuh terhadap panitia, namun upaya masyarakat itu gagal.
“Bagaimana kita bisa turut mengawasi mas, wong pingin masuk ke balai desa aja sulit nampak steril, pintu semua dikunci selain yang berkepentingan dilarang masuk, seolah olah pelaksanaan ujian itu terlihat bersih padahal busuk, waktu itu juga ada salah satu wartawan yang berhasil masuk ingin menanyakan terkait rumor yang beredar, namun baru masuk lokasi sudah dikeluarkan oleh panitia,” ujar warga kepada Nasionalnews.id, Rabu (6/12/2023).
Warga juga menjelaskan, terbukti semua setelah ujian berakhir, dan dilanjutkan untuk koreksi naskah ujian, dan penilaian, saat beberapa mata ujian diumumkan nilainya rata rata peserta mendapat nilai diantara 40 – 60 hanya AZ yang mendapat nilai rata rata 95, sorak surai masyarakat mulai terucap jika ujian tersebut sudah tidak bersih dan menduga banyak kecurangan.
“Setelah pelaksanaan penilaian berakhir, para peserta ujian yang mengikuti kompetisi berjumlah 21 orang menyatakan mogok tanda tangan, hanya satu peserta yakni AZ yang dinobatkan sebagai pemenang yang mau tanda tangan,” jelasnya.
Sementara, Indon, salah satu peserta mengatakan, dirinya pertama kali yang menolak tanda tangan.
“Saya orang pertama peserta ujian yang tidak mau tanda tangan kebetulan nomer urut saya nomer 2, akhirnya diikuti semua peserta tidak mau tanda tangan, karena didalam pelaksanaan sudah tidak wajar, itu saya nilai sejak perlengkapan berkas dan sarana laptop dan banyak lagi yang lainya untuk digunakan alat kecurangan,” tuturnya.
“Dalam angka penilaian aja itu sudah sangat tidak wajar yang mana nilai AZ bisa rata rata 95 padahal dalam soal Khusunya Agama itu banyak soal ayat dan artinya, belum lagi soal IT peserta ada beberapa orang ahli IT termasuk saya juga bisa tapi nilainya hanya 70 – 80 kok mas AZ bisa nilainya 9 koma hampir sempurna itulah yang membuat saya ragu,” cetusnya.
Sementara Hendrik Saputro selaku ketua panitia seusai pelaksanaan ujian saat ditemui wartawan awalnya sulit ditemui, tapi akhirnya keluar juga dan menemui media walaupun tersekat dengan pagar pintu masuk layaknya orang demo.
Mengenai beberapa hal dugaan kecurangan sesuai pertanyaan yang dilontarkan pada media
“Saya selaku ketua panitia sudah bekerja maksimal soal nilai yang mengerjakan juga peserta bukan kami, malah peserta tidak mau tanda tangan nanti kita akan koordinasi sama camat dan pemerintah desa,” ujar Hendik ke beberapa wartawan Rabu (6/12/2023)
(Sholi)