NASIONALNEWS.id, YOGYAKARTA –
Pengadilan Negeri Kelas 1 Kabupatèn Sléman Daerah Istimewa Yogyakarta mendapat pengawalan aparat kepolisian Polresta Sleman hari Senin (6/10/2025).
Sidang perdana kasus penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Senin (6/10), ditunda.
Penundaan dilakukan karena banyaknya massa yang hadir di persidangan serta tujuh terdakwa tidak dihadirkan secara langsung dan mengikuti sidang secara daring, untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan.
Polresta Sleman menerjunkan aparat kepolisian sejak pagi hari untuk mengawal sidang perdana kasus penganiayaan yang mengakibatkan seorang meninggal dunia yang terjadi pada pertengahan Juni 2025 yang dilakukan sekelompok pemuda dibilangan Jalan Monjali Kapenewon Mlati Sleman, Yogyakarta.
Salah satu korban, MTP (18), meninggal dunia akibat luka serius. Sementara korban lainnya, RS (16), masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Hasil visum dari RSUP Dr. Sardjito menunjukkan korban MTP mengalami luka parah di kepala dan wajah.
Menurut laporan, medis menyebut adanya luka memar di kepala dan pembengkakan jaringan lunak, patah tulang pada rongga mata kanan, hidung, dan dinding pipi kanan, perdarahan di rongga udara kepala, luka terbuka di dada kanan dan punggung, serta pembengkakan otak dan pendarahan di selaput lunak otak.
Sidang akan dilanjutkan kembali pada Kamis (9/10) mendatang.
Para terdakwa yakni S (35), STS (29), MS (25), DKH (24), YP (21), AKA (29), dan LS (25), mengikuti sidang melalui kanal Zoom.
“Harapan kami di sidang, kita bisa menyaksikan semua proses persidangan, kita hanya menuntut keadilan ditegakkan. Massa yang datang akan tertib menjaga kenyamanan dan keamanan. Kami akan mengikuti ini sampai putusan pengadilan ini inkrah,” kata Yazid selaku keluarga korban kepada NasionalNews.id dan para wartawan.
Hal senada disampaikan kuasa hukum korban Arif Farouk Filayayati dari YS Law yang merasa kecewa atas penundaan kasus penganiayaan yang dinilai masyarakat terbilang brutal ini. Dan akan mengajukan nota keberatan atas keputusan tersebut.
Ia menyebut keluarga korban berharap bisa melihat langsung para terdakwa di ruang sidang.
“Dari tujuh orang tersangka sudah tertangkap sementara lima orang lainnya masuk DPO sedangkan dua orang lainnya register,” ungkap kuasa hukum muda ini.
Usai membubarkan diri beberapa orang massa mengancam akan mengerahkan massa yang jauh lebih banyak jumlah untuk menyaksikan sidang perdana kasus penganiayaan yang dinilai brutal ini.
“Ini kejadian tiga bulan kedua orang korban rajin melaksanakan subuh berjamaah mereka anak baik baik koq itu yang membuat kami geregetan. Video tersebar dimana mana kalau bapak mau videonya bisa kami berikan,” kata salah seorang massa. (Ridar).







